Kabarnya ini adalah gunung tertinggi kedua di pulau jawa setelah gunung Semeru sehingga saya, julax, kawil dan olenk berniat mendaki kesana. Sebelumnya saya sudah mengadakan perjanjian untuk bertemu di Purwokerto di tempat Mbahnya Olenk pada tanggal 01 Februari 1999, karena Olenk itulah yang akan me”leader” kami mendaki gunung Selamet. Dia juga selain sering mendaki kesana, juga akan meminjamkan tenda dan peralatan lain kepada kami. Maka pada tanggal 26 Januari 1999 dengan menggunakan kereta api terlebih dahulu mampir ke rumah Mbah saya di Purworejo, rencananya dari situ baru pada tanggal 01 februari 1999 kami menuju Purwokerto. Sesuai dengan kesepakatan pada tanggal 01 februari 1999 kami naik bis dari Sokaraja ke arah Purbalingga tepatnya Bobotsari dengan biaya Rp 1500,-/orang dan turun disuatu tempat yang bernama Serayu. Dari situ perjalanan dilanjutkan dengan naik colt bak terbuka dengan ongkos Rp 3500,-/orang turun di desa Bambangan dirumah pak Bahu. Pak Bahu ini merupakan julukan untuk semacam orang yang dihormati disitu, semacam Pak RT atau juru kunci (kuncen), mungkin bisa dikatakan begitu. Rumah Pak Bahu ini juga dijadikan Base Camp untuk pendaki gunung selamet yang melewati Bambangan. Keramah tamahan ditunjukkan oleh tuan rumah dengan air teh hangat dan makanan ringan yang dihidangkan untuk para pendaki. Setelah makan dan membayar Rp 2000,-/orang ( untuk biaya perbaikan jalan ) maka, kami mulai pendakian, tidak begitu banyak pendaki waktu itu. Lain dengan gunung Gede yang selalu ada saja pengunjungnya. Melewati ladang penduduk, berupa ladang jagung, kol, wortel dan sayur-sayuran persis seperti di Semeru, kata saya dalam hati, sampai di Gazebo atau Pos 1 kami berhenti sebentar menikmati pemandangan kota dibawahnya sungguh indaj\h, walau sedikit berkabut. Puas beristirahat, berfoto-foto kami lanjutkan pendakian. Kali ini, sekali lagi saya merasakan beratnya beban dari dari carrier 100 liter, masih yang itu-itu juga yaitu carrier milik teman saya, Tompel busyet dah....! dengan route yang ”nanjak abisss...” dan tanah yang licin musim hujan, jadilah saya mendaki dengan tanpa alas kaki alias ”Nyeker-Men...” ya.... tiada jalan lain daripada sepatu rusak atau sendal putus lebih baik kami mendaki tanpa alas kaki dan itu merupakan pengalaman baru bagi saya, rasanya lebih menyentuh tanah... hehehe.... satu jam lebih kami berjalan mendaki dengan beberapa kali istirahat sampailah kami di Pos 2 yang kalo tidak salah bernama Pondok ”Walang, berbeda dengan gunung-gunung yang saya daki sebelumnya, Pos di gunung selamet ini tidak ada bangunannya, hanya berupa dataran yang tidak luas, ada papan namanya-ya... begitu doank ! keadaan hutan, pepohonan di gunung selamet ini juga cukup rimbun, tapi tidak serimbun Gunung Gede. Sesekali saya melihat monyet bergelantungan di dahan., serem juga sih... waktu menunjukkan ± pk 18.00 ketika kami sampai di Pos Pondok Walang kami tidak berhenti di Pos itu, jalan terus, beberapa pendaki yang melihat kami ”nyeker”, mengingatkan pada kami agar hati-hati sebab tanahnya sangat licin yach... kami hanya ”nyengir kude”, apalagi teman saya yang bernama Julax !. Malam terus merambat, melewati beberapa Pos, hm... saya lupa nama-namanya, yang saya ingat ada Pos Pondok Cemara, tapi ini bukan Pos 3 hanya merupakan Pos persinggahan dan sama juga tidak ada bangunannya... ± pk 19.30 kami tiba di Pos 3 yang bernama Samarantu, sebuah dataran di tengah rimbunnya pohon kami memutuskan nge-Camp disana. Senter yang saya pakai sempat padam, membuat saya berpikir yang tidak-tidak... dasar penakut !. Bulan yang bersinar terang menembus rapatnya dedaunan menimbulkan suasana temaram, seandainya tempatnya lebih terbuka tentu lebih menyenangkan lagi. Ditempat itu hanya kami ber Empat yang bermalam disitu, tak ada orang lain lagi benar-benar sepi... dingin mencekam membuat kami tidur lelap setelah makan dan ngobrol sebentar. Pagi harinya sekitar pk 09.00 kami lanjutkan pendakian, route yang kami lalui masih sama, hutan lebat dan kayu-kayu yang melintang yang membuat kami terpaksa merangkak untuk melewatinya. Pos 4 yang kami harapkan segera ketemu, tak kunjung ditemui yang ada malah kami ”keterusan” sampai Pos 5 yang kata teman saya Olenk bernama Kendit. Rupanya dia lupa dimana tempat Pos 4 sehingga ”kebablasan” tapi it’s ok man... di Kendit atau Pos 5 itu kami nge-Camp lagi satu malam kami tiba disitu sekitar pk 12.00 ”wow... panas sekali...” daerahnya merupakan dataran terbuka, tidak ada pohon yang tinggi disitu, hanya ada semak belukar tapi dari situ puncak gunung Slamet yang medannya gersang berbatu-batu sudah terlihat. Sekitar pk 03.30 kami bangun dan melanjutkan pendakian, kata orang-orang yang pernah mendaki di gunung Selamet ini, sunrisenya merupakan yang terindah dilihat dari Puncak. Makanya kami bergegas naik keatas, tapi baru sampai batas vegetasi dengan pasir yang disebut Pelawangan kami berhenti disitu menunggu sunrise yang tak kunjung tiba karena tertutup awan... Shit..!!! Tapi pemandangan dibawahnya bagus sekali, inilah kali pertama saya melihat pemandangan dari atas gunung dengan bagus, soalnya tidak ada kabut berbeda dengan yang saya alami di Semeru dan Gede. Setelah berfoto-foto kami lanjutkan pendakian melewati medan berbatu-batu besar dan pasir kasar, tidak seperti di Semeru yang berpasir halus. Perlahan tapi pasti kami mendaki seiring dengan turunnya kabut dan angin kencang, yang membuat leader kami hampir mengurungkan niatnya pergi ke Puncak, tapi saya pernah mengalami yang lebih buruk dari ini yaitu di Semeru dan saya sampai Puncak, mengapa disini tidak bisa ? begitu pikir saya. Maka kami teruskan pendakian dengan cuaca buruk tersebut dan sampai juga di Puncak ”at last...!” puncaknya terdiri dari batu-batu cadas dan tidak beraturan bentuknya. Cuaca masih sama, bahkan lebih dingin dan angin lebih kencang, kabut semakin tebal. Disana ada semacam tiang-tiang pemancar yang sebagian rubuh dan ada tugu yang didirikan untuk mengenang tewasnya 14 orang pendaki yang hilang ditiup angin. Puas berfoto-foto dan makan kue lebaran, kami tak bisa berlama-lama disitu, turun dan sekitar pk 17.00 kami tiba di Base Camp dan langsung pulang.
Ucapan Terima kasih buat Allah dan ciptaannya :
- Olenk and his Brother Jejen for the Equipment
- Atas ketabahan mental dan fisik kita semua...
- No Thanx buat kotoran yang gua injek di stasiun Purwokerto juga becak yang bikin gua njomplang dua kali...
See You...
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, isi komen ya
U COMMENT I FOLLOW